Mengenai Saya

Foto saya
''mengucap syukurlah selalu dalam segala hal, terlebih khusus pada saat kamu mendapatkan teguran dari Tuhan...karena pada saat kamu mengalami teguran itu, berarti Allah mengasihi kamu lebih dari yang kamu tau, oleh sebab itu Ia menegur sebab teguranNya memberi tanda bahwa Ia sangat mengasihiMu''

Senin, 07 Januari 2013

Manfaat Penderitaan

Coba Anda jawab pertanyaan berikut: Apakah Anda bersedia menderita? Apakah Anda senang menderita? Jika Anda sudah pernah menderita, apakah Anda bersedia menderita sekali lagi? Saya berani bertaruh, bahwa jawaban dari semua pertanyaan tadi, adalah tidak. Ya, Anda tentu tidak senang dan tidak bersedia menderita (lagi).
Bagaimana dengan pertanyaan ini, jika Anda tahu bahwa kehidupan yang Anda jalani ke depan—sekali lagi—akan penuh dengan penderitaan, apakah Anda bersedia untuk tetap hidup? Untuk pertanyaan yang satu ini, tentu jawabannya ya. Sebabnya, jika Anda menjawab tidak, ini berarti Anda tengah menyongsong proses meregang nyawa.
Jadi, jika penderitaan tak tertelakkan, mengapa Anda tidak menerimanya sebagai ‘sahabat’ yang bakal bersama hingga ajal tiba? Ya, mengapa tidak menelaah manfaat dari penderitaan? Manfaat terbesar dari penderitaan yakni untuk mendekatkan diri kepada Tuhan. Seperti pemeo, “Adalah masalah yang mendorong orang untuk datang kepada Tuhan, bukan sebaliknya”.
Kecuali jika Anda penganut paham ateis, jika Anda tertimpa masalah, naluri Anda yang pertama adalah mencari pertolongan. Tak peduli apakah Anda meminta pertolongan Tuhan terlebih dulu, atau bahkan menempatkan Dia sebagai yang terakhir dalam daftar sumber-sumber yang dimintai tolong, Ia toh tetap Anda hubungi.
Di Alkitab, sejauh mana atau seberapa besar penderitaan yang dialami bukan yang utama, melainkan bagaimana si penderita menanggapi penderitaan itu. Apakah ia menghasilkan buah? Apakah ia semakin dekat kepada Tuhan, atau justru memilih untuk tidak mempercayai Tuhan?
Paulus sendiri berulang kali ‘menginstruksikan’ orang percaya, untuk tetap bersukacita dan bergembira meski tengah menderita. Maksud Paulus, bersukacita di sini bukan berarti memaksakan penderita untuk terus-menerus tersenyum, seolah semuanya baik-baik saja. Melainkan, dengan tetap di dalam Tuhan, maka ada keyakinan dan pengharapan bahwa penderitaan itu akan berakhir, seperti syair miliki seniman Erros Djarot, “Badai pasti berlalu”, demikian juga dengan penderitaan. Dan, jika Anda merasa ingin menangis atau meratap selama menderita, itu pun sah-sah saja, karena Yesus pun ketakutan setengah mati menjelang masa penderitaanNya. Asal, sukacita yang ada di dalam diri Anda, tetap kokoh.
Manfaat dari lain penderitaan—yakni jika Anda menderita karena kebenaran—adalah mengambil bagian dalam sengsara Kristus, yang berarti turut serta dalam kemuliaanNya. Penderitaan juga memberi kesempatan bagi Allah untuk membentuk dan menguji pertumbuhan kualitas kerohanian kita.
Ingatkah Anda masa-masa di mana Anda sedang bertumbuh? Tubuh Anda kerap merasa pegal karena otot-otot tubuh Anda sedang menggeliat, bersiap-siap untuk bertumbuh dan berkembang hingga batas yang maksimal. Ini berarti kesakitan adalah unsur yang mesti ada dalam pertumbuhan.
Dengan demikian, jelas sudah bahwa penderitaan yang dialami orang percaya, diijinkan Allah untuk kebaikan. Seperti yang diutarakan penulis kawakan Phillip Yancey, “Di manakah Allah ketika penderitaan itu begitu menyengat? Ia ada di dalam kita, untuk menghasilkan yang baik dari yang buruk. Bukan sengaja menciptakan kesakitan untuk menghasilkan kebaikan. Sama sekali tidak.”
Dan, jika Anda tengah menderita kini, biarkan 2 Korintus 1:3-4 menguatkan Anda: “Terpujilah Allah, Bapa Tuhan kita Yesus Kristus, Bapa yang penuh belas kasihan dan Allah sumber segala penghiburan, yang menghibur kami dalam segala penderitaan kami, sehingga kami sanggup menghibur mereka, yang berada dalam bermacam-macam penderitaan dengan penghiburan yang kami terima sendiri dari Allah”.

Tidak ada komentar: